Perkataan Biden ke Putin Bikin Hubungan AS dan Rusia Mendekati 'Pecah', Kesepakatan Nuklir Iran Jadi Buyar?

- 29 Maret 2022, 06:08 WIB
Kolase potret Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden.
Kolase potret Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden. /Kolase foto Reuters/Maxim Zmeyev dan Jonathan Ernst/Pikiran Rakyat.com/

KLIK BANGGAI - Komentar Presiden AS Joe Biden baru-baru ini bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin 'tidak dapat tetap berkuasa' menjadi gambaran terbaru tentang seberapa jauh hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang  telah semakin jatuh di tengah invasi Moskow yang terus berlanjut ke Ukraina.

Pejabat Gedung Putih dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken dengan cepat mengklarifikasi bahwa AS tidak bermaksud menganjurkan 'perubahan rezim' di Rusia.

Biden juga baru-baru ini menyebut Putin sebagai 'tukang daging' dan 'penjahat perang' yang semakin mendorong Kremlin untuk memperingatkan bahwa hubungan bilateral antara kedua negara mendekati 'pecah'.

Jika itu terjadi, para analis mengatakan bahwa konsekuensinya bisa beriak jauh melampaui potensi gencatan senjata atau negosiasi perdamaian di Ukraina ke bidang diplomasi AS-Rusia lainnya, termasuk terutama untuk pembicaraan nuklir Iran.

Daryl Kimball, direktur eksekutif Asosiasi Kontrol Senjata, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Washington, mengatakan apakah Moskow akan setuju dengan kesepakatan—mengingat apa yang sekarang dilihatnya sebagai perang proksi dengan Washington di Ukraina—tidak pasti.

Baca Juga: Zelensky Inginkan Perdamaian, Delegasi Rusia dan Ukraina Bakal Bertemu Tatap Muka

“Kami berada dalam situasi sekarang di mana hubungan berada di titik terendah,” kata Kimball kepada seperti dikutip dari Al Jazeera. “Rusia dapat mencoba untuk memblokir pemahaman yang membawa AS dan Iran kembali ke kepatuhan.”

Kesepakatan Iran 2015 yang asli – secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) – disepakati antara Iran dan negara-negara yang disebut P5+1: AS, Inggris, Prancis, Rusia dan China, ditambah Jerman.

Mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan pada 2018 untuk mengejar strategi “tekanan maksimum” terhadap Iran, yang pada gilirannya meningkatkan program nuklirnya di luar batas yang ditetapkan oleh pakta tersebut.

Halaman:

Editor: Laode Iman Firmansyah

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x