PC dan FS Sudah Diperiksa Pakai Pendeteksi Kebohongan, Bagaimana Hasilnya? Begini Penjelasan Polri

9 September 2022, 09:33 WIB
Potret Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, tersangka kasus pembunuhan Brigadir J. /tangkap layar YouTube Remedial Script/

KLIK BANGGAI - Para tersangka kasus pembunuhan Brigadir J telah diperiksa menggunakan alat pendeteksi kebohongan atau antibohong atau Poligraf.

Mereka yang diperiksa menggunakan alat itu adalah Ferdy Sambo (FS), Putri Candrawathi (PC), Bharada E, Bripka RR, dan Om Kuat.

Selain para tersangka, Polri juga memeriksa Susi, Asisten Rumah Tangga (ART) FS dan PC sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Lalu bagaimana hasil dari pemeriksaan FS, PC dan para tersangka lainnya menggunakan alat antibohong? Begini penjelasan Polri.

Baca Juga: Hoaks! Vokalis The Rolling Stones Mick Jagger Meninggal Dunia

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengatakan, pihaknya tidak akan mengungkapkan hasil pemeriksaan Putri Candrawathi.

“Saya melihat justru analisis liar dari media dan pengamat yang tidak paham teknis pascapelaksaaan uji poligraf,” kata Andi, Kamis, 8 September 2022 sebagaimana dilansir dari Antara.

Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan menggunakan Uji Poligraf terhadap tersangka pembunuhan Brigadir J.

Pemeriksaan dimulai pada hari Senin, 5 September 2022 untuk tersangka Bripka Ricky Rizal alias RR dan Kuat Ma’ruf (Om Kuat).

Pemeriksaan uji poligraf kembali diagendakan pada Selasa, 6 September 2022 dengan terperiksa tersangka Putri Candrawathi dan saksi Susi.

Baca Juga: Kondisi Kesehatan Ratu Elizabeth Mengkhawatirkan, Ternyata Alami Gangguan Ini

Kemudian, Kamis, 8 September 2022 diperiksa Irjen Pol. Ferdy Sambo. Sedangkan untuk tersangka Bharada Richard Eliezer sudah lebih dahulu dilakukan uji poligraf di Bareskrim Polri dari empat tersangka lainnya.

Sebelumnya, Andi pernah mengungkapkan hasil uji poligraf terhadap Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf dengan hasil “no deception indicated atau keterangan yang disampaikan kepada penyidik jujur.

Berbeda dengan hasil pemeriksaan uji poligraf Putri Candrawathi dan Susi, penyidik tidak mengungkapkan hingga kini.

Menurut Andi, semua fakta yang diperoleh dari penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri akan diungkapkan di persidangan.

“Toh juga semua fakta akan diungkap di pengadilan,” kata Andi yang juga Ketua Tim Penyidik Tim Khusus bentukan Kapolri.

Baca Juga: Lagi, Satu Perwira Polisi Diduga Terlibat Pembunuhan Brigadir J, Ini Sosoknya

Andi mengamini apa yang disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo terkait standarisasi dan aturan yang melekat dalam pelaksanaan uji poligraf. Ia juga memahami rasa ingin tau publik yang besar terhadap pengungkapan kasus ini.

“Tidak akan ada kepuasan publik, apalagi analisis liar berkembang terkait pelaksanaan uji poligraph,” terangnya.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo sebelumnya menyampaikan, bahwa hasil pemeriksaan menggunakan Lie Detector atau uji poligraf adalah untuk penegakan hukum (pro justicia) yang hanya disampaikan kepada penyidik.

Menurut jenderal bintang dua itu, ada persyaratan yang sama dengan Ikatan Dokter Forensik Indonesia yang wajib dipatuhi. Poligraf juga memiliki ikatan (perhimpunan) secara universal yang berpusat di Amerika.

Puslabfor memiliki alat Poligraf yang sudah terverifikasi dan tersertifikasi baik itu ISO maupun perhimpunan poligraf di dunia.

Puslabfor Polri memiliki alat poligraf buatan Amerika tahun 2019 memiliki tingkat akurasi 93 persen dengan syarat akurasi 93 persen maka hasilnya digunakan untuk penegakan hukum.

Baca Juga: Tidak Terdaftar Jadi Penerima BLT BBM? Ajukan Namamu Disini Sekarang

“Kalau (hasil ujinya) di bawah 90 persen tidak masuk ke dalam ranah pro justicia,” kata Dedi.

Dedi juga menyampaikan bahwa, jika hasil poligraf 93 persen masuk ranah pro justicia maka hasil pemeriksaan Uji Poligraf diserahkan ke penyidik. Lalu penyidik yang punya hak untuk mengungkapkan kepada media atau tidak, termasuk penyidik juga bisa menyampaikan-nya di persidangan.

“Karena poligraf tersebut bisa masuk dalam Pasal 184 KUHAP (tentang alat bukti yang sah menurut sistem peradilan pidana) ya alat bukti, selain petunjuk juga termasuk dalam keterangan ahli,” kata Dedi.

Dedi menegaskan, bahwa hasil uji poligraf dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti dalam persidangan, masuk dalam kategori sebagai bukti petunjuk. Hal itu pernah digunakan dalam kasus mutilasi anggota DPRD Provinsi Lampung M Pansor, yang jasadnya dibuang ke Sumatera Selatan pada Oktober 2016.

“Ya jelas bisa kan keterangan ahli orang yang berkompeten akan sampaikan hasilnya di sidang. lihat kasus mutilasi korban anggota DPRD di Sumsel hasil lie detector disampaikan sebagai keterangan ahli sesuai Pasal 184 KUHAP,” kata Dedi.

Senada dengan Dedi, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan hasil pemeriksaan uji poligraf (lie detector) dapat digunakan di persidangan sepanjang mendukung pembuktian.

“Sepanjang mendukung pembuktian semua bisa jadi alat bukti petunjuk dan menjadi alat bukti,” kata Ketut.

Baca Juga: Cair Jumat Besok, BSU 2022 Hanya Cair Kepada 5 Pekerja Ini, Kamu Dapat Juga?

Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Yusuf Warsyim mengatakan, alat polygraph yang digunakan Polri adalah produksi 2019.

Perangkat ini merupakan buatan Amerika Serikat dan sudah tersertifikasi baik secara internasional dan mendapat sertifikat ISO.

Bahkan, lanjut Yusuf, operator alat ini juga sudah memiliki sertifikasi dari Amerika Serikat. Tingkat akurasinya pun di atas 93 persen sebagai syarat hasilnya dapat pro justitia dan dapat dijadikan alat bukti di pengadilan sebagai petunjuk dan keterangan ahli.

"Dari ahli bahwa polygraph secara universal sudah masuk dalam alat bukti SCI (Scientific Crime Investigation) dengan syarat tingkat akurasi di atas 90 persen," ungkap Yusuf Warsyim, Kamis, 8 September 2022 sebagaimana dilansir dari PMJ News.

Menurut Yusuf, pemeriksaan dengan alat uji kebohongan ini untuk melengkapi alat bukti pemeriksaan selanjutnya.

"Tentulah sangat positif dilakukan oleh penyidik. Ini tentu dapat dinilai sebagai upaya melengkapi alat bukti yang memang sebelumnya sudah cukup terpenuhi," ujarnya.

Yusuf menjelaskan, Polri telah lama menggunakan alat uji kebohongan ini. Beberapa kasus menonjol yang menggunakan alat ini antara lain adalah kasus pencabulan anak di Jakarta Selatan dan pembunuhan di Denpasar, Bali.

Baca Juga: Soal Kabar BSU 2022 Kapan Cair, Menaker: Mudah-mudahan Hari Jumat

"Hakim PN Jaksel dan PN Denpasar telah menjadikan hasil polygraph sebagai alat bukti surat atau keterangan ahli," tukasnya.***

Editor: Laode Iman Firmansyah

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler