Ahli Hukum Ungkap Empat Anggota FPI Tewas Dibunuh

11 Januari 2022, 21:59 WIB
Ilustrasi, Ahli Hukum Ungkap Empat Anggota FPI Tewas Dibunuh /Pexels/

KLIK BANGGAI - Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Dian Adriawan Dg Tawang mengungkapkan empat anggota FPI (Front Pembela Islam) yang tewas di dalam kendaraan aparat merupakan pembunuhan.

Soal empat anggota FPI yang dinilai dibunuh itu diungkap oleh Ahli Hukum ini saat memberikan keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 11 Januari 2022.

Dian di hadapan majelis hakim menjelaskan perbuatan membunuh empat anggota FPI itu ditandai setidaknya oleh dua faktor. 

Baca Juga: Anak Jokowi Dilaporkan ke KPK, Gibran Rakabuming: Nek Aku Salah Cekelen

Pertama ada korban tewas dan kedua ada posisi tidak seimbang antara pelaku dan korban.

Terkait poin kedua, ia menyampaikan pelaku merupakan pihak yang punya kemampuan untuk melakukan tindak pidana pembunuhan, misalnya memiliki senjata, sementara korban tidak memegang senjata dan tidak mampu membela diri.

Baca Juga: Tak Kunjung Dapat Jodoh, Pria Australia Ini Pilih Menikahi Robot Bernama Emma

“Dengan adanya orang mati berarti ada perbuatan membunuh. Dalam hal ini, yang diduga sebagai pelaku itu memegang senjata. Sedangkan yang jadi korban tidak memegang senjata,” kata Dian saat menjawab pertanyaan Jaksa Zet Tadung Allo di persidangan, dikutip dari ANTARA.

Dalam persidangan, Zet membacakan fakta-fakta pada berita acara pemeriksaan (BAP), antara lain lain empat anggota FPI itu telah digeledah dan dilucuti oleh polisi sebelum mereka masuk ke dalam kendaraan untuk dibawa ke Polda Metro Jaya. 

Baca Juga: Bambang Pamungkas Diduga Terlantarkan Anak, Polisi Dalami Barang Bukti Laporan

Dari hasil penggeledahan, petugas menemukan senjata tajam, senjata api, dan butir peluru dari anggota FPI tersebut.

Artinya, empat anggota FPI itu tidak bersenjata saat berada di dalam mobil yang dikendarai petugas, sementara tiga polisi yang berada dalam kendaraan seluruhnya bersenjata lengkap, kata Jaksa Zet.

Tiga polisi yang berada dalam kendaraan, yaitu Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella, dan mendiang Ipda Elwira Priadi.

Walaupun demikian, ia menilai hanya satu terdakwa yang bertanggung jawab atas kematian empat korban, yaitu Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan.

Baca Juga: RANS Cilegon FC Bakal Datangkan Mesut Ozil di Liga 1 Indonesia? Bagaimana Reaksi Raffi Ahmad

Pelaku penembakan lainnya, Ipda Elwira Priadi, sempat ditetapkan sebagai tersangka. Namun, ia meninggal dunia sebelum kasusnya masuk tahapan persidangan.

Terdakwa lainnya, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella dapat disebut melakukan pembantuan.

Dalam istilah hukum, yang juga diatur dalam ketentuan perundang-undangan, pembantuan merupakan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa pidana, tetapi itu tidak menentukan akhir suatu peristiwa.

Baca Juga: Habib Bakar Bongkar Sosok Habib Kribo, Pria yang Kontra Terhadap Rizieq Shihab dan Bahar bin Smith

Yusmin, menurut Dian, dianggap melakukan pembantuan karena pada saat kejadian ia mengendarai kendaraan yang menjadi lokasi penembakan.

Dalam persidangan yang sama, Dian menerangkan adanya posisi yang tidak setimbang antara pelaku dan korban menjadi penentu suatu peristiwa yang dapat disebut sebagai pembunuhan.

“Kalau berimbang itu bisa dikatakan sebagai pembelaan diri, ... tapi kalau kondisinya sebaliknya tidak masuk dalam kategori itu,” kata Dian.

Baca Juga: Ambil Hadiahmu di Sini! Tukarkan Kode Redeem ML Update Rabu 12 Januari 2022: Jangan Sampai Kehabisan

Penuntut umum menghadirkan tujuh ahli pada sidang pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap 6 anggota FPI pada 2020.

Tujuh ahli yang dihadirkan oleh jaksa pada persidangan, Selasa, yaitu dua ahli senjata dari PT Pindad, satu ahli peluru/amunisi dari PT Pindad, satu ahli bahasa, satu ahli digital forensik, dan dua ahli hukum pidana.

Jaksa pada persidangan sebelumnya telah mendakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya 15 tahun penjara dan tujuh tahun penjara. ***

Editor: Marhum

Tags

Terkini

Terpopuler